Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia.
Sebenarnya sudah lama saya ingin menuliskan hal ini, tetapi saya urungkan karena masih minimnya sampel yang didapatkan pada saat itu. Sekarang, setelah mengamati kasus-kasus perceraian secara langsung selama kurun waktu 4 tahun; sejak 2011 sampai dengan medio 2014 ini, saya beranikan diri untuk membagikan hasil pengamatan singkat saya tersebut kepada rekan-rekan yang sempat mampir di laman ini. Hal ini tidak lain sebagai upaya saling menasehati dan mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran, suatu bentuk manifesto keimanan kita.
Tulisan ini mungkin akan sedikit panjang untuk dipaparkan secara keseluruhan, oleh sebab itu akan saya bagi dalam beberapa sub bahasan. Sebagai awal saya akan coba paparkan tentang catatan kecil dibalik tingginya angka perceraian di Indonesia.
Sampai saat ini saya sudah diberikan kesempatan untuk mengikuti tahapan-tahapan persidangan tentang perceraian di 2 (dua) Pengadilan berbeda. Tidak hanya berbeda secara geografis tetapi juga berbeda kelas dan tingkat kesulitan perkara yang dihadapi. Disebabkan data-data ini bersifat rahasia--sidang dilakukan tertutup untuk umum--, maka saya hanya akan menyampaikan substansi tanpa harus menyebutkan data-data secara vulgar, karena termasuk etik yang harus saya hormati dan pegang baik-baik.
Di Pengadilan pertama yang terletak di pesisir barat Propinsi Sumatera Barat, saya menghabiskan
10 bulan untuk melakukan pengamatan, sejak Mei 2011 sampai dengan Maret 2012. Pengadilan ini membawahi 2 Daerah Tingkat II sekaligus, dengan tipologi masyarakatnya yang homogen. Rata-rata kehidupan mereka dihabiskan dengan berdagang, melaut dan bercocok-tanam. Kebiasaan unik masyarakat ini adalah "merantau", atau berpergian ke kota-kota lainnya (terutama kota besar) untuk mengadu nasib dan mengasah diri.
Pada kesempatan selanjutnya saya diberkati untuk mencicipi bagaimana rasanya berkutat dengan kasus-kasus di jantung kota, pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara. Petualangan tersebut dimulai sejak April 2012 sampai dengan saat artikel ini ditulis. Masyarakat perkotaan yang heterogen, multi etnis, dengan berbagai profesi dan pekerjaan yang mereka geluti.
Selama kurun waktu 4 tahun tersebut banyak kasus yang datang silih berganti, tetapi dalam hal ini saya lebih concern kepada kasus perceraian. Hal ini disebabkan karena kasus ini dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, rata-rata 20% per tahun sebagaimana dirilis oleh website resmi Badan Peradilan Agama--badilag(dot)net--. Itu baru yang tertulis dalam grafik, bagaimana dengan perceraian yang dilakukan secara liar? Saya hanya bisa menggelengkan kepala.
Ada beberapa hal yang saya garisbawahi selama melakukan pengamatan terhadap beberapa kasus perceraian yang saya ikuti. Poin-poin berikut ini merupakan catatan kecil saya yang bisa saja berbeda dengan lembaga survey, hehehe. Berikut ini hal-hal yang saya temui di lapangan yang perlu saya bagi dengan sobat-sobat, antara lain:
Tulisan ini mungkin akan sedikit panjang untuk dipaparkan secara keseluruhan, oleh sebab itu akan saya bagi dalam beberapa sub bahasan. Sebagai awal saya akan coba paparkan tentang catatan kecil dibalik tingginya angka perceraian di Indonesia.
Sampai saat ini saya sudah diberikan kesempatan untuk mengikuti tahapan-tahapan persidangan tentang perceraian di 2 (dua) Pengadilan berbeda. Tidak hanya berbeda secara geografis tetapi juga berbeda kelas dan tingkat kesulitan perkara yang dihadapi. Disebabkan data-data ini bersifat rahasia--sidang dilakukan tertutup untuk umum--, maka saya hanya akan menyampaikan substansi tanpa harus menyebutkan data-data secara vulgar, karena termasuk etik yang harus saya hormati dan pegang baik-baik.
Di Pengadilan pertama yang terletak di pesisir barat Propinsi Sumatera Barat, saya menghabiskan
10 bulan untuk melakukan pengamatan, sejak Mei 2011 sampai dengan Maret 2012. Pengadilan ini membawahi 2 Daerah Tingkat II sekaligus, dengan tipologi masyarakatnya yang homogen. Rata-rata kehidupan mereka dihabiskan dengan berdagang, melaut dan bercocok-tanam. Kebiasaan unik masyarakat ini adalah "merantau", atau berpergian ke kota-kota lainnya (terutama kota besar) untuk mengadu nasib dan mengasah diri.
Pada kesempatan selanjutnya saya diberkati untuk mencicipi bagaimana rasanya berkutat dengan kasus-kasus di jantung kota, pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara. Petualangan tersebut dimulai sejak April 2012 sampai dengan saat artikel ini ditulis. Masyarakat perkotaan yang heterogen, multi etnis, dengan berbagai profesi dan pekerjaan yang mereka geluti.
Selama kurun waktu 4 tahun tersebut banyak kasus yang datang silih berganti, tetapi dalam hal ini saya lebih concern kepada kasus perceraian. Hal ini disebabkan karena kasus ini dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, rata-rata 20% per tahun sebagaimana dirilis oleh website resmi Badan Peradilan Agama--badilag(dot)net--. Itu baru yang tertulis dalam grafik, bagaimana dengan perceraian yang dilakukan secara liar? Saya hanya bisa menggelengkan kepala.
Ada beberapa hal yang saya garisbawahi selama melakukan pengamatan terhadap beberapa kasus perceraian yang saya ikuti. Poin-poin berikut ini merupakan catatan kecil saya yang bisa saja berbeda dengan lembaga survey, hehehe. Berikut ini hal-hal yang saya temui di lapangan yang perlu saya bagi dengan sobat-sobat, antara lain:
- Kebanyakan kasus perceraian yang terjadi justru dialami oleh pasangan dengan usia perkawinan yang relatif muda (kurang dari 10 tahun).
- Rata-rata usia pasangan yang bercerai berkisar di bawah 45 tahun (laki-laki) dan 40 tahun (perempuan).
- Kalau dilihat dari segi fisik, pasangan yang "dianggap" memiliki kecantikan dan ketampanan mendominasi perceraian dibandingkan yang berwajah pas-pasan.
- Salah satu pasangan (umumnya suami) tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya (istri dan anak-anak).
- Salah satu pasangan (umumnya istri) terlalu menuntut dan tidak bisa menghargai hasil usaha pasangannya (suami).
- Kasus perceraian yang terjadi karena orang ketiga lebih banyak disebabkan karena adanya jarak antara pasangan, apakah itu jarak dalam arti harfiah, maupun jarak dalam arti psikologis.
- Beberapa kasus perceraian disebabkan karena permasalahan sepele, namun berakibat fatal karena tidak adanya keterbukaan antara suami-istri, ataupun pihak keluarga suami-istri.
- Dalam beberapa kasus, keterlibatan pihak keluarga yang berlebihan, atau mendominasi rumah tangga anak-anaknya juga mempunyai andil yang besar mengantarkan pasangan suami-istri ke gerbang perceraian.
- Ketidakjujuran, atau tidak adanya koordinasi yang baik antar suami-istri dalam hal finansial (income dan outcome) juga menjadi salah satu pemicu perceraian.
- Pada beberapa kasus penulis dapati antara pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri malah tidak memiliki komunikasi yang baik, bahkan yang lebih parah adalah ada yang tidak pernah melakukan komunikasi. Hal seperti ini biasanya terjadi karena perkawinan antara pasangan (anak-anak mereka) tersebut tidak mendapat restu dari pihak keluarga.
- Beberapa kasus perceraian, yang sering dijadikan alasan perceraian oleh salah satu pasangan (umumnya istri) adalah akhlak atau kelakuan salah satu pihak yang buruk, seperti berjudi, mabuk, suka main pukul, dan terjerat narkoba. Anehnya, untuk kasus ini rata-rata pasangan tersebut sudah mengetahui bahwa pasangannya sudah memiliki tabiat seperti itu sejak masih berstatus lajang.
Sangat ngeri untuk membayangkannya, apalagi jika mengalaminya.
Lalu, bagaimana harusnya kita menyikapi hal tersebut?
Insya Allah akan saya coba paparkan pada artikel selanjutnya di lain kesempatan.
Hmm.. atau bisa jadi E-Book ini bisa sedikit membantu, ini link downloadnya Tips memilih pasangan.
Lalu, bagaimana harusnya kita menyikapi hal tersebut?
Insya Allah akan saya coba paparkan pada artikel selanjutnya di lain kesempatan.
Hmm.. atau bisa jadi E-Book ini bisa sedikit membantu, ini link downloadnya Tips memilih pasangan.
Semoga paparan singkat ini dapat memberikan sedikit gambaran dan pembelajaran bagi pasangan suami istri yang kebetulan singgah di sini, atau bagi sobat-sobat yang sedang berjuang mewujudkan sebuah ikatan perkawinan.
Salam Keep Word Life!!
Saya mohon informasi, dimana bisa mendapatkan data statistik perceraian?
ReplyDeleteSila meluncur ke situs-situs resmi Pengadilan Agama seluruh Indonesia Gan.. Search aja di Google.. Udah mudah kok Gan sekarang. Atau langsung aja ke situs resmi Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama Gan.. Selamat mencoba. :)
Delete